Saya membaca artikel tentang HDI di antara Globalisasi dan Gombalisasi ini bahwa ditengah globalisasi dunia yang menggungkan semangat kapitalisme dan neoliberalisme, dengan ukuran- ukuran keberhasilan yang lebih banyak ditakar dari aspek ekonomi, manusia sebagai makhluk sosial harus diakui kian termajinalkan.
Dalam satu scenario neoliberalisme yang dilansir The Lugano Report-nya Susan Georgemenyebutkan dalam perspektif neoliberalisme sebetulnya banyak orang yang secara fisik, biologis dan intelektual tidak mampu menyesuaikan diri memasuki fase baru dunia, dimana dan bagaimana dengan Indonesia. Dalam peringkat terbaru 2006 Indeks Pembangunan Manusia (human Development Index/ HDI)versi UNDP, sebagian besar penduduk Indonesia sebetul- betulnya adalah orang- orang yang tidak dibutuhkan dari kacamata neoliberalisme dan menempati urutan 107, jauh tertinggal dari tetangga kita Singapura (25), Malaysia (63), Thailand (78).Capaian yang tergambar melalui peringkat HDI tersebut berkorelasi langsung dengan empat indicator pokok: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata- rat lama sekolah, kemampuan daya beli.
Dalam pendidikan di Indonesia ini Peruruan tinggi kita kekurangan tenaga doctor dan professor, sebagai contoh UI dengan mahasiswa sebanyak 25.000 orang tetapi UI baru memiliki 274 guru besar. Di UGM diberitakan UGM memiliki Guru Besar sebanyak 300 orang namun yang melakukan penelitian hanya 30 persen, tentu saja ini sebagai fenomena menarik. Ibarat pisau bermata dua. Disatu sisi bangsa ini masih membutuhkan lahirnya tenaga- tenaga professional dalam arti yang sesungguhnya di sisi lain tenaga- tenaga yang dilabelkan sebagai tenaga professional itu pda kenyataan dalam banyak kasusu justru sekedar menyandang nama.
dalam pasar bebas yang merupakan buah dari arus globalisasi, dimana kemenangan dalam persaingan lebih banyak ditentukan oleh beberapa orang kuat yang bermain didalamya. Pasar bebas bukan institusi yang ramah. Ia siap menerkam siapapun yang lemah. Globalisasi memang tak bisa dibendung, pasar bebas pun tidak mungkin ditutup, tetapi kehidupan juga tak mungkin dibiarkan berjalan sendiri.
Dalam survey tiga tahunan Programme for international Student Assesment (PISA) tahun 2006 Indonesia berada diperingkat 52 dari 57 negara yang di survey, tanpa menafikan bahwa bangsa ini lemah namun dalam olimpiade sains sungguh sangat berprestasi. Walaupun indeks pembangunan manusia-nya masih dibawah supaya menigkat kuncinya Indonesia harus serius peerintah untuk bekerja semata demi bangsa dan Negara dan bukan untuk kepentingannya
Dalam satu scenario neoliberalisme yang dilansir The Lugano Report-nya Susan Georgemenyebutkan dalam perspektif neoliberalisme sebetulnya banyak orang yang secara fisik, biologis dan intelektual tidak mampu menyesuaikan diri memasuki fase baru dunia, dimana dan bagaimana dengan Indonesia. Dalam peringkat terbaru 2006 Indeks Pembangunan Manusia (human Development Index/ HDI)versi UNDP, sebagian besar penduduk Indonesia sebetul- betulnya adalah orang- orang yang tidak dibutuhkan dari kacamata neoliberalisme dan menempati urutan 107, jauh tertinggal dari tetangga kita Singapura (25), Malaysia (63), Thailand (78).Capaian yang tergambar melalui peringkat HDI tersebut berkorelasi langsung dengan empat indicator pokok: angka harapan hidup, angka melek huruf, rata- rat lama sekolah, kemampuan daya beli.
Dalam pendidikan di Indonesia ini Peruruan tinggi kita kekurangan tenaga doctor dan professor, sebagai contoh UI dengan mahasiswa sebanyak 25.000 orang tetapi UI baru memiliki 274 guru besar. Di UGM diberitakan UGM memiliki Guru Besar sebanyak 300 orang namun yang melakukan penelitian hanya 30 persen, tentu saja ini sebagai fenomena menarik. Ibarat pisau bermata dua. Disatu sisi bangsa ini masih membutuhkan lahirnya tenaga- tenaga professional dalam arti yang sesungguhnya di sisi lain tenaga- tenaga yang dilabelkan sebagai tenaga professional itu pda kenyataan dalam banyak kasusu justru sekedar menyandang nama.
dalam pasar bebas yang merupakan buah dari arus globalisasi, dimana kemenangan dalam persaingan lebih banyak ditentukan oleh beberapa orang kuat yang bermain didalamya. Pasar bebas bukan institusi yang ramah. Ia siap menerkam siapapun yang lemah. Globalisasi memang tak bisa dibendung, pasar bebas pun tidak mungkin ditutup, tetapi kehidupan juga tak mungkin dibiarkan berjalan sendiri.
Dalam survey tiga tahunan Programme for international Student Assesment (PISA) tahun 2006 Indonesia berada diperingkat 52 dari 57 negara yang di survey, tanpa menafikan bahwa bangsa ini lemah namun dalam olimpiade sains sungguh sangat berprestasi. Walaupun indeks pembangunan manusia-nya masih dibawah supaya menigkat kuncinya Indonesia harus serius peerintah untuk bekerja semata demi bangsa dan Negara dan bukan untuk kepentingannya
0 komentar
Post a Comment